Rabu, 16 Oktober 2013

si Rafunial 1 (Cerpen Bersambung)



16 Oktober 2013
Sampai akhirnya aku bermimpi menikahinya. Huft, berkeringatlah aku, astagfirullahaladziim. Ya Allah, apa ini. Bukankah aku tak lagi harus memikirkannya. Bukankah aku dan dia telah Kau takdirkan berbeda dan tak bersama. Ya Allah, aku protes padaMu, kenapa Kau izinkan aku bermimpi. Lihatlah whai satu-satunya Allah tuhanku. Ini jam berapa!!! Berapa kali Kau izinkan mimpi kosong ini terjadi. Aku kecewa padaMu, bukankah Kau Allah tuhan yang menyayangi makhlukMu, tapi kenapa? Kau maha tahu bukan, kejadian ini bukan hanya semalam atau dua malam. Astagfirullahaladzim.

Begitulah dini hari yang sering dilalui oleh si Rafunial. Rafunial adalah
manusia seorang diri yang merantau di luar pulau tempat ia dilahirkan. Rafunial adalah sosok lemah yang sangat terlihat tegar. Dia sudah sekitar tujuh tahun berada di pulau Borneo. Dia lahir di Malang 12 April 1993. Hari si Rafunial sangatlah tidak bersemangat semenjak ia mengetahui bahwa kekasihnya yang dahulu setia ternyata memilih untuk meninggalkannya setahun yang lalu. Dan bulan Juni kemarin si Rafunial mengetahui bahwa kekasihnya yang dahulu dipercaya penuh telah memiliki pengganti. Dan terlebih lagi di akhir semester kuliah si Rafunial, ia mengetahui bahwa seseorang yang dikasihinya itu akan menikah dengan orang lain.
Betapa si Rafunial hanya beraktivitas tak seperti standarnya orang lemah, si Rafunial tersayat. Jangankan wanita, lelakipun akan jatuh hingga sejatuh—jatuhnya ketika pujaan hati yang dipercaya penuh dan tak berpeluang berkhianat ternyata membunuh cinta yang telah terjalin.
Begitulah si Rafunial hingga hampir 5 bulan telah mengetahui pertunangan mantan kekasihnya.

Audzubillah, ada apa aku ini, kenapa aku bermimpi hal sama setiap malam. Bangun tengah malam dan dengan kondisi menyedihkan. Aku adalah si Rafunial. Hahaha, mimpi ini Allah yang mengizinkan. Sabarlah keputusan terbaik kata Allah.
Dan setiap mimpi itu si Rafunial kebanyakan tak tidur lagi. Ia hanya tak habis fikir. Ternyata aku kalah oleh takdir. Kepercayaan itu sekarang menjadi bomerangku.
Terbitlah pagi beberapa jam kemudian. Si Rafunial mendengar adzan subuh, namun ia masih dibalik selimut dan merasa kedinginan. Padahal seandainya saputangan kecil diusapkan ke seluruh tubuhnya maka akan basah kuyuplah sapu tangan tersebut.

Tidak ada komentar:

Pengunjung AgaSta Gantheng

free counters

Entri Populer Blog Ini